Rizky Fadillah, lulusan terbaik Teknik Elektro S-1, FTI, ITN Malang, pada wisuda ke-71, periode I tahun 2024. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Pesatnya perkembangan teknologi mempercepat majunya sektor pertanian. Salah satu kegiatan pertanian yang memanfaatkan teknologi adalah budidaya tanaman padi. Kalau sebelumnya budidaya padi bergantung pada iklim, curah hujan, dan sistem irigasi, maka dengan teknologi sekarang bisa dengan smart farming. Adalah Rizky Fadillah, mahasiswa Teknik Elektro S-1, Fakultas Teknologi Industri (FTI), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) membuat pembangkit hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) pada area pertanian dengan sistem smart farming.
“Pada musim kemarau, beberapa lahan pertanian mengalami kekeringan, dimana sistem irigasi tidak berjalan dengan baik. Sementara irigasi yang dilakukan dengan menggunakan mesin diesel membutuhkan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Maka, penggunaan irigasi pintar pada pertanian dengan menggunakan hybrid panel surya, dan kincir angin menjadi solusi yang ramah lingkungan,” kata Rizky.
Penelitian yang tertuang dalam skripsi ini menjadi penentu Rizky meraih gelar wisudawan terbaik ke-71, periode 1 tahun 2024 pada Prodi Teknik Elektro ITN Malang. Ia berhasil lulus dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,75. Skripsinya berjudul “Rancang Bangun Pembangkit Hybrid PLTS dan PLTB pada Sistem Smart Farming Berbasis IoT di Area Pertanian”, di bawah bimbingan dosen Dr. Irrine Budi Sulistiawati, ST., MT dan Alfarid Hendro Yuwono, S., ST., MT.
Menurut putra kelahiran Balikpapan ini, internet of things (IoT) adalah komponen penting yang dapat melakukan banyak hal dalam berbagai bidang. Dalam sektor pertanian, IoT dapat digunakan sebagai kontrol dan monitoring pertanian dalam bentuk smart farming. Smart farming menyediakan data yang dapat di monitoring oleh IoT agar dapat membantu produktivitas hasil pertanian secara optimal.
Sistem monitoring berbasis IoT berfungsi untuk mendeteksi kelembaban tanah pada tanaman tanpa harus diperiksa secara manual. Sistem IoT juga digunakan untuk memonitoring daya listrik yang diproduksi oleh panel surya, kincir angin, dan penggunaan baterai. Proses kontrol dan monitoring pada pembangkit hybrid berbasis IoT pada smart farming dirancang untuk mengukur berapa banyak energi tersedia untuk penggunaan langsung (cerah), sebagian bertenaga baterai (cuaca mendung), bertenaga baterai penuh (malam hari). Dan yang paling penting digunakan untuk monitoring irigasi, serta mengontrol kelembaban tanah pada tanaman padi. Sehingga area pertanian dapat menghasilkan listrik untuk sistem monitoring dan drainase.
Baca juga : ITN Malang Kembangkan Delapan Pusat Kajian Unggulan
“Energi terbarukan seperti PLTS dan PLTB merupakan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang secara bertahap akan habis keberadaannya. Apalagi tenaga surya dan bayu di Indonesia sangat melimpah, terjangkau, dan mudah digunakan,” imbuhnya.
Namun sayangnya pembangkit tenaga surya membutuhkan investasi yang mahal dan hanya dapat menyediakan listrik dari pagi hingga sore hari. Selain itu juga diperlukan pengaturan sudut panel surya agar penyerapan iradiasi matahari dapat optimal. Maka, untuk memenuhi kebutuhan energi pada malam hari dibuatlah inovasi PLTS di hybrid dengan PLTB. Sehingga banyaknya angin bisa digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik tenaga bayu pada malam hari.
Rizky Fadillah sedang mengaplikasikan pembangkit hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) pada area pertanian dengan sistem smart farming. (Foto: Istimewa)
Perlu diketahui, Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) adalah sebuah pembangkit yang terhubung dua atau lebih pembangkit listrik dengan berbagai sumber energi. Biasanya sumber energi yang digabungkan adalah renewable energy. Contohnya PLTS digabungkan dengan PLTB, PLTB dengan PLTA, dan PLTS dengan PLTA. Ini untuk mengatasi agar penyimpanan energi listrik pada baterai tetap bisa melakukan pengisian energi listrik.
“Pembangkit hybrid PLTS dan PLTB ini masih jarang diterapkan di sektor pertanian. Selain membutuhkan biaya yang cukup mahal, juga diperlukan penempatan posisi dari kedua pembangkit agar dapat menghasilkan energi listrik lebih optimal. Saya pada penelitian ini membuat modul pembangkit hybrid sendiri dan monitoring hasil menggunakan IoT,” katanya.
Pada penelitiannya, PLTS dan PLTB digabung dalam satu rangkaian. Namun untuk kincir angin Rizky mengubahnya ke arus DC terlebih dahulu, kemudian kedua pembangkit tersebut disatukan sebagai sistem pengecasan baterai. PLTS menggunakan panel 100 Wp, sementara PLTB menggunakan kincir angin sumbu horizontal dengan daya yang dapat menghasilkan 8 watt. Dengan menggunakan mikrokontroller ESP32 untuk mengolah data sensor dan mengirimkan data tersebut dengan IoT yang akan dikirimkan melalui thingspeak agar dapat dimonitoring secara real-time.
Dari penelitian pembangkit hybrid PLTS dan PLTB ini didapatkan hasil pembangkit hybrid yang stabil dalam menghasilkan energi listrik dengan daya kurang dari 140 watt. Keluaran tegangan, arus, dan daya per-harinya bergantung dengan kondisi cuaca.
Monitoring kelembaban IoT mampu mendeteksi tingkat kelembaban tanah yang diperlukan pada lahan pertanian yaitu 80 persen. Ketika kelembaban tanah di area pertanian turun di bawah 80 persen, maka IoT akan mengirimkan sinyal ke relay dan akan menghidupkan pompa air untuk meningkatkan kelembaban tanah. Pompa air DC membutuhkan daya sebesar 100 watt dari baterai untuk melakukan irigasi sebanyak 7560 liter, karena pompa diatur hanya menyala selama 2 jam pada lahan seluas 28 m2.
Baca juga : Bangun Kompetensi Siswa untuk Wujudkan Generasi Emas 2045, SDN 01 Ngaglik Kota Batu Belajar di ITN Malang
Menurut Rizky, keunggulan alat ini menggunakan energi yang ramah lingkungan, alat dapat dimonitoring dan dikontrol secara otomatis yang dapat memudahkan petani sehingga tidak terjun langsung ke lahan, serta dapat menjaga tingkat kelembaban tanah agar tanaman tetap tumbuh dengan optimal sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Sementara untuk kelemahannya ketika hujan, modul dan baterai harus segera ditutup dengan terpal, karena alat tersebut belum terpasang secara permanen dan Rizky hanya mengambil data mulai pukul 8 pagi hingga pukul 3 sore.
“Sudah kami uji coba di persawahan depan dekat Kampus 2 ITN Malang. Dari kedua pembangkit hasil yang lebih optimal adalah panel surya. Sedangkan hasil yang fluktuasi lebih kecil adalah kincir angin, dikarenakan angin tidak dapat diprediksi,” tutur putra pasangan Dewa Ngakan Ketut Wiryawan, dan Elvia Tri Wahyuni. Selama kuliah Rizky disupport dengan beasiswa dari Provinsi Kalimantan Timur. Ia juga pernah lolos pendanaan PKM 2023, dan aktif menjadi pemateri kegiatan kunjungan PLTS ITN Malang. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)