Teknik Elektro Hadirkan Dosen Tamu dari Australia Bahas Pentingnya Renewable

Awan Uji Krismanto, ST, MT, Ph.D, dosen Teknik Elektro ITN Malang (kiri) dan Prof. Mithulananthan Nadarajah, dari School of Information Technology and Electrical Engineering The University of Queensland Australia. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang mendukung upaya pemerintah melaksanakan percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Ini terbukti dengan dibangunnya Pembangkitan Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 0,5 MWp/ 500 KWp di Kampus 2 ITN Malang. Selain sebagai penerangan, PLTS ITN Malang juga menjadi laboratorium bagi dosen dan mahasiswa, serta wisata edukasi masyarakat. PLTS sebagai energi terbarukan menjadi alternatif pengganti bahan bakar fosil, sekaligus membantu menjaga kelestarian lingkungan. Pentingnya renewable energy ini diangkat menjadi materi webinar. Kolaborasi antara Himpunan Mahasiswa Elektro (HME) dengan Komunitas Energi Terbarukan Teknik Elektro S-1 ITN Malang, di Ruang Amphi Elektro Lt. 3, Kampus 2 ITN Malang, pada Senin, (07/11/2022) lalu. Dengan menghadirkan dosen tamu Prof. Mithulananthan Nadarajah, dari School of Information Technology and Electrical Engineering The University of Queensland Australia. Awan Uji Krismanto, ST, MT, Ph.D, dosen Teknik Elektro ITN Malang menjelaskan, materi webinar membahas implementasi dari Solar Photovoltaic (PV) atau Panel Surya dalam kapasitas besar yang direkomendasikan sebagai salah satu pembangkit tenaga listrik. Prof Mithulananthan membahas kesempatan (peluang) PV ke depan. Mulai dari teknologi yang saat ini digunakan, tantangan, permasalahan, dan solusinya.
Baca juga : ITN Malang Gelar Konferensi Internasional di Bali Diikuti Sembilan Negara Lintas Benua
“Pembahasan (webinar) seputar teknologi PLTS yang digunakan saat ini (di Indonesia) dibanding dengan negara lain seperti Australia maupun US. Posisi Indonesia seperti apa, dan challenge-nya ke depan. Ada permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi baik injeksi powernya, daya, maupun kualitasnya,” jelas Awan usai acara webinar. Menurut Awan, sebenarnya teknologi di Australia tidak jauh berbeda dengan Indonesia. PLTS di Australia banyak menetapkan single axis tracker. Dimana panel surya dapat bergerak mengikuti arah cahaya matahari.
Prof. Mithulananthan Nadarajah, dari School of Information Technology and Electrical Engineering The University of Queensland Australia, saat memberi materi webinar di Teknik Elektro S-1 ITN Malang(Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
“Sebenarnya ITN Malang sudah mempunyai. Tapi, kalau menetapkan ke situ (single axis tracker) akan membutuhkan biaya yang besar. Jadi PLTS ITN saat ini menerapkan panel surya yang dipasang secara tetap/fix. Tapi secara daya sudah menunjukkan performa yang bagus,” beber Awan. Prof Mithulananthan juga mengajak mahasiswa melihat kenyataan perkembangan PLTS di luar negeri. Dimana PLTS kapasitas dan teknologinya semakin berkembang dibandingkan dengan Indonesia. Perkembangan renewable energy juga akan berdampak pada banyak sektor. Seperti terbukanya lapangan pekerjaan. Maka, skill dan riset mahasiswa harus turut dikembangkan. Sehingga mahasiswa bisa terlibat dalam proses pengembangan renewable energy. “Indonesia sudah signifikan perkembangannya. Tapi tidak dipungkiri masih ada kendala, semisal pemenuhan instalasi (PLTS), biaya material yang masih mahal, dan lain-lain,” imbuh Ketua LPPM ITN Malang ini.
Baca juga : ITN Malang Bersama Lima Universitas dan PT Wijaya Karya Sepakat Kembangkan Program Studi EBT
Acara webinar dengan menghadirkan profesor asal Australia ini juga sebagai implementasi dari World Class Professor (WCP) program. Membangun kerjasama dengan universitas luar negeri yang bereputasi seperti University of Queensland (UQ), Australia. “Ada agreement ke arah sana (kerjasama). Nanti ada dosen yang akan belajar atau riset ke Australia. Kami merintis memilih perguruan tinggi bereputasi di dunia sebagai benchmark untuk mengembangkan ITN ke depan,” tandasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)

Leave a Comment